Bandung, Amphibi News — Aliansi Nasabah Karya Remaja Indramayu (ANKRI) menyesalkan aparat penegak hukum terkait belum tuntasnya penyelesaian hak-hak nasabah BPR KR Indramayu, dan masih mengalami ketidakjelasan hingga saat ini.
Selain persoalan internal BPR dan korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 230 miliar tersebut, ANKRI menyoroti keterlibatan pihak eksternal dalam praktik kredit fiktif bernilai besar namun masih belum diseret ke meja peradilan.
Pada 26 Juni lalu, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat telah menetapkan 3 tersangka yang terbukti secara hukum melakukan korupsi pada kasus BPR KR Indramayu. Ketiganya yaitu eks direksi pada lembaga tersebut. Atas kesalahannya, ketiganya dilakukan penahanan berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor Print-539/m.2/Fd.2/03/2025 tanggal 10 Maret 2025.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, ANKRI menyebut bahwa terdapat dugaan kredit bernilai sekitar Rp 25 miliar yang melibatkan pihak eksternal berinisial HH, dikenal dengan alias “Upin Ipin”, yang disebut berhasil mengakses kredit hanya dengan jaminan berupa satu unit sepeda motor dan satu rumah dengan nilai agunan yang jauh di bawah plafon kredit. Hingga rilis ini dibuat, pihak yang tersebut seperti tidak memiliki itikad untuk pengembalian.
ANKRI menegaskan bahwa informasi mengenai HH alias Upin Ipin ini merupakan laporan internal BPR serta hasil investigasi yang beberapa kali disebutkan oleh pihak internal BPR, persoalan ini memerlukan penyelidikan lebih jauh dan ketegasan aparat penegak hukum.
Koordinator ANKRI, Andika Prayoga, dalam pernyataan tertulisnya menyampaikan bahwa persoalan di BPR KR Indramayu bukan hanya menyangkut tata kelola internal, tetapi juga berdampak langsung terhadap nasabah yang merasa dirugikan.
“Hingga hari ini, penyelesaian hak nasabah yang menjadi korban belum menunjukkan titik terang dan penyelesaian. Kami menilai ada persoalan serius dalam tata kelola serta pengawasan lembaga keuangan daerah ini, sehingga kami menuntut kejelasan,” ujar Andika (11/12).
ANKRI secara tegas meminta Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas dugaan tindak pidana perbankan atau praktik kredit fiktif di BPR KR Indramayu. Mengusut tidak hanya pada pihak internal, tetapi juga seluruh pihak eksternal yang diduga terlibat, termasuk terlapor berinisial HH alias “Upin Ipin”.
Andika juga menegaskan agar mengutamakan pemulihan hak nasabah yang hingga kini belum mendapatkan kejelasan penyelesaian. Pihaknya menyesalkan apabila pihak eksternal yang diduga menikmati fasilitas kredit bernilai besar dengan agunan minim masih bebas berkegiatan di Indramayu, sementara nasabah terus menunggu keadilan.
“Kami tidak ingin kasus ini berhenti pada level administrasi. Jika ada dugaan tindak pidana, maka harus diusut sampai tuntas demi menjamin integritas lembaga keuangan daerah dan perlindungan masyarakat, hingga saat ini kami nasabah yang menjadi korbannya” tegas Andika Prayoga.
Andika menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh nasabah dan masyarakat Indramayu yang menuntut ketegasan dan kejelasan agar membarengi pihaknya unjuk rasa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada hari Senin tanggal 15 pekan depan.
"Kami menanti kejelasan nasib kami agar diberikan keadilan. Kami mengajak seluruh nasabah dan masyarakat yang prihatin untuk dapat membersamai gerakan kami, kami akan demo di Kejati Jabar Senin depan" tutup Andika.(Red).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar